Kamis, 24 Agustus 2017

Para Perayu Tuhan

Bismillah..

Memang sejatinya kita semua ini adalah perayu Tuhan, bukan?
Saya pribadi ketika sedang "jatuh", kalimat (yang mungkin bagi sebagian orang) absurd ini bisa menjadi pegangan bagi saya untuk bangkit kembali: yuk, mungkin Tuhan masih kepengen denger kamu merayu lebih "mesra", memohon dengan sangat dalam doa-doa dan ikhtiar. Yuk.

Saya sebenernya selalu merasa malu dihadapan Allah, setiap doa dan dzikir kok isinya merayuuu terus, memohooon terus, mintaaa terus. Karena saya tidak sanggup mention di hadapan Allah tentang segala usaha-usaha ataupun deeds yang sudah saya lakukan. Mau nyebut sholat sunnah tadi demi dikasih nikmat itu, lah yakin itu ibadah cukup membayar rasa syukur dikasih bisa nafas? Bahkan saya yakin semua ibadah-ibadah saya selama 25 tahun ini dikuadratin, juga tidak akan cukup sekedar "membayar" syukur dikasih bisa melek lagi setelah tidur semalam. 

No, for me faith is not about business or give and take. Sungguh, bagi saya pribadi iman itu tentang keridhoan Allah di hidup kita. Allah memang ga akan "bertranksaksi" dalam memberi, kan? Tuhan tidak memberi untuk meminta balasan setimpal. Kayak hamba ini bisa membalas setimpal gitu, sekedar membalas aja ga mungkin kan. Kalau Allah sudah ridho memberikan kita kemudahan menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh, ya pasti Allah beri ga pake "transaksi".

Tapi ada hal besar yang sungguh saya takutkan, kalau ternyata Allah itu sebenernya tidak ridho. Hanya saja Allah berikan semua nikmat-nikmat ini untuk menguji kita. Bersyukur apa kufur? Atau malah merasa itu kewajiban Tuhan pada kita? First of all, kalau saya bisa melakukannya saya akan pastikan dulu Allah itu ridho. Kalau saya mampu memastikan, saya akan bargain: ya Tuhan mending ga usah aja deh gapapa kok daripada Tuhan tidak ridho. Iya, mending ga usah aja ya Allah daripada saya hidup dikelilingi nikmat tapi ga berkah. Ga ada manfaat yang bisa dirasakan secara langsung ataupun tidak. Ya hidup, ya nafas, ya bisa makan. Tapi..tidak merasa cukup dan tenang, tidak membuat bisa bersyukur dan qona'ah. Katakanlah lahir batin jadi ga merasa mendapat kebaikan dari nikmat-nikmat yang mengelilingi. Kalaupun ga terima dibilang kufur, tapi jadi macam sulit untuk bersyukur. Apa ya itu namanya..hmm, saya sih nyebutnya ga berkah.

Ada lagi yang malah bikin was-was. Merayu Allah, dikasih. Merayu lagi, dikasih. Setiap merayu, dikasih. Langsung. Seneng ya? Iya dong seneng banget minta langsung diturutin, ga pake tunda, ga pake syarat. Bahasa jawanya, langsung nyoh gitu ya. This situation might woken up insecurity. Untuk saya, iya. Bukannya ga bersyukur, cuma jadi was-was ya Allah emang saya pantes ya dikasih begini? Jadi terharu, sekaligus takut ga bisa mencapai level syukur sesuai kadar nikmat yang diberikan hiks. Kalau begini udah speechless aja lah pokoknya. Semoga nikmat-nikmat itu bukan malah berbalik jadi ujian karena terlalu melenakan. Istilahnya takut jadi ga tau diri gitu, karena apa-apa selalu dituruti. Apalagi sampe ngelunjak, nanti pas merayu baru sekali dua kali belum dikasih jawaban terus jadi drama.

Kalau sudah merayu berkali-kali, memohon ga putus-putus, meminta dengan sangat..tapi kok belum ada jawaban. Takdir itu kan hak prerogatif Tuhan. Kata Ibuk saya, siapa sih yang bisa mengintip takdir? No one. Jadi para perayu itu cukup menjalankan tugasnya merayu dan memohon..dengan sangat. Kalau belum dikasih, bisa karena rayuannya belum berhasil, masih waiting list, sedang proses ACC, atau lainnya. Tuhan mungkin menyukai kita yang menghamba, atau Tuhan ingin kita belajar dari reaksi mengeluh bahkan kufur (naudzubillahi mindzalik). Nah, ini kan berarti dalam masa menanti dan menunggu hasil merayu itu kita benar-benar dalam ujian dan pengawasan oleh Allah. 

Satu lagi. Tapikan merayu, memohon, meminta pada Tuhan itu ga boleh pake keyakinan "pasti dikabulkan" ya. Itu namanya mendikte, itu namanya menaruh harapan tidak pada tempatnya. Terus nanti kalau belum dikasih atau ga dikasih jadi berkesimpulan di-PHP sama Tuhan. Kita kan ga tau batas Allah minta kita merayu, memohon, dan meminta itu sampe berapa kali kemudian baru akan dikabulkan. Dan juga Allah ga pernah kasih limit mau merayu, memohon, meminta buat satu dua tiga hal atau banyak juga. Harapan kita itu dimulai dengan semoga rayuannya didengar, bukan semoga rayuannya dikabulkan. 

Bukannya Tuhan Maha Mengabulkan? Benerrr banget, tapi kalau ga didengar, terus apanya yang mau dikabulkan. Saya ini sedang merayu, merengek pada Tuhan, terus kalau ga didengarkan jadi nggonduk kan ya. Jujur saya takut banget kalau pas merayu, memohon, meminta gitu kemudian sok yakin pasti Allah akan kabulkan. Kalau ga langsung dikabulkan, ya mungkin nanti dulu lah ditunda. Nope, padahal ga boleh begitu hiks. Jadi saya harus selalu atur ulang, bukan minta untuk dikabulkan tapi rayu Tuhan untuk rela mendengarkan kita dulu. Kalau kata orang-orang, ketuk pintu langit supaya dibuka sehingga doa-doa kita bisa diteruskan sampai ke Tuhan.

Hmm, jadi maunya gimana sih ini dikasih ga dikasih kok jadi galau gini? Sekali lagi, maunya Allah ridho.
Kalau memang Allah ridho mengucurkan nikmatnya terus menerus, menjawab setiap rayuan-rayuan kita, menghindarkan kita dari banyak mengeluh-kokga dikasih-kasih..ya gapapa. Alhamdulillah, yang penting Allah ridho.
Kalau Allah ridhonya dengan kita dikasih nikmat yang lain, atau sama sekali ga dikasih demi menghindarkan kita dari keburukan yang ga bisa kita terka..ya gapapa. Alhamdulillah, yang penting Allah ridho.
Kalau memang Allah masih kepengen denger kita merayu lebih "mesra", meminta dengan cara yang lebih baik, memohon dengan sangat dalam doa-doa dan ikhtiar..ya gapapa. Alhamdulillah, yang penting Allah ridho.

Yang penting Allah ridho. Tuhan mendengar dengan seksama, meneliti dengan seksama, menyeleksi dengan seksama, serta mengabulkan dengan sungguh-sunguh..seluruh rayuan kita. Kita sebagai para perayu Tuhan ini, tingal berbahagia menikmati segala prosesnya. Tapi kalo ga bisa berbahagia gimana??
Hmm, pahitnya kopi saja bisa menjadi candu kok. Kenapa menikmati 'rasa' kehidupan yang bermacam-macam bilang ga mampu. Bismillah, tangguhkan niat dan nafas yuk untuk senantiasa setia menjadi perayu Tuhan. Merayu hanya kepada Tuhan saja. Merayu lagi. Bismillahirrahmaanirrahiim...




Especially written for part of my soul that devastated because of the life didn't work as planned. Reminder! especially for me, my past-me, and my future-me. Those dramas after unexpected 'red' caution coming. You are just..too drama, Nurina.

Selasa, 18 Juli 2017

Lorong Waktu

Bismillah..

Sejak saya berstatus pelajar di negeri orang sekitar 2.5 tahun lalu, saya jadi lumayan ga akur sama nulis-menulis. Kebanyakan disandera rasa malas level kronis T.T
Akhirnya setelah draft mangkrak sekian lamaaa (bukan proyek pemerintah kok ini. Eh), bisa juga diselesaikan seadanya begini. Terima kasih sudah mau melawan rasa malas, Rina!

Kenapa judulnya lorong waktu?? Anggap saja setelah melalui berbagai percepatan waktu melalui lorong yg panjang dan jauuuh, kemudian akhirnya sampai di zona waktu sekarang ini. Dengan saya yang sama, Nurina Umy Habibah. Tapi mungkin bukan pribadi yang sama lagi..entah :)

Sudah satu tahun ini. Sekarang status saya semakin banyak, secara de jure maupun de facto (apasih ini malah kayak negara kkk). Secara hukum negara, saya sebenernya udah harus bikin Kartu Keluarga sendiri dengan suami (uhuk!) sebagai Kepala Keluarga. Tapi karena mudik tahun lalu cuma sempat buat ijab qobul, ngunduh mantu, dan quality time sama keluarga..lagian habis lebaran kan kantor pemerintahan belum pada buka, jadi saya dan suami masih ngikut orang tua masing-masing di KK. Secara hukum agama, status saya sekarang adalah istrinya Pak Phisca Aditya..SAH udah pake cap Kementrian Agama (ga perlu nunjukin buktinya kan? ada di buku nikah tuh). Sekarang ini saya juga bukan hanya anaknya Pak Arga dan Bu Wazimah, tapi juga anak mantu Pak Sutopo dan Bu Siti Mariyah. Juga Ibunya anak-anak Pak Phisca Aditya Rosyady..nanti, insya Allah :) (bantu aamiin-kan ya, Aamiin ya Rabbal 'alamiin).


 Udah alay belum? Kkk. Ini buku nikah bonus passport kami. Nurina & Aditya.

Yes, pernikahan merubah banyak sekali status saya! Meskipun tetap jelas, Nurina Umy Habibah binti Arga Muhammad tidak berubah. Apalagi Nurina lab member di Laboratory of Cellular Aging and Neurodegenerative Disease (LCAN). Tetep saya ini "anak ragil"-nya Professor. Kalo suami sih sekarang statusnya bukan "anak Professor" lagi, udah lulus. Satu semester pertama sebagai pasangan suami-istri, kami adalah mahasiswa master yang saling menguatkan dan mendukung studi satu sama lain. Kemudian Pak Phisca Aditya sudah lulus dengan khusnul khotimah. Dan tinggal saya yang masih melanjutkan sisa perjuangan..sedikit lagi, insya Allah.


Nurina tetep anak Professor, masih harus selesaikan studi-nya ya. Fighting!

Dulu satu tahun pertama berada di Korea Selatan, saya ini cuma berkutat lab-dorm di Chuncheon, terus main ke Ibukota kalau bisa aja. Gitu naik subway atau bus bener-bener masih kagok, karena saking ga pernahnya keluar area kampus. Setahun kemudian saya hijrah ke provinsi dan kota lain, kota Anyang. Supervisor saya ganti, otomatis lab tempat "bernaung", belajar, dan bekerja juga pindah (kampusnya masih sama: Hallym University). Tepatnya saya stay di dorm kampus untuk medical student, di kawasan kecamatan Beomgye. Tapi di dorm baru ini ga punya roommate dan ga ada temen senegara.

Belum genap satu semester tinggal di dorm, saya dipinang Pak Phisca Aditya, jadi ya harus hijrah lagi. Masih di kota yg sama (Anyang), cuma beda kecamatan aja. Karena setelah nikah, saya dan suami berkomitmen untuk tinggal seatap jadi masing-masing kami ga mungkin stay di dorm lagi (ga ada family room di dorm kampus saya maupun suami). Meskipun saat itu suami harus rela commute dari rumah (re: one-room) ke lab-nya, 4 jam pergi-pulang dalam sehari. Pak Phisca Aditya kan setrrrong! hihi


Ditinggal wisuda sama pasangan itu rasanya...ada pengen-pengennya gitu. Doakan sebelahnya segera menyusul ya, Mas.

Satu semester kemudian suami lulus, (drama-dramanya skip aja nanti panjang ceritanya haha) terus dapet kerja di sini. Alasan utama beliau berkarir di sini adalah...karena istrinya kkk. Simply, lagi-lagi karena kami berkomitmen untuk tidak menjalani long distance marriage sebisa mungkin. Supaya bisa, makanya kami usaha! (Eh, Mas ding yang usaha. Lha kan saya emang harus stay di sini, masih sekolah kkk). Sambil selalu minta "restu" Allah dan orang tua. Akhirnya takdir meridhai kami untuk tidak LDM..sungguh Allah Maha Baik, kan :)

Dari kantor suami, ternyata memberikan fasilitas one-room (kost-an sepaket sama kamar mandi dan dapur). Jadi genap satu tahun selesai kontak rumah di Anyang, kami pindah lagi. Akhirnya kami kembali hijrah, ke kota lain (masih di provinsi yang sama). Kami pindah ke Osan, dimana one-room kami itu literally sebelahan sama kantor Pak Phisca Aditya. Jadi sekarang giliran saya yang commute. Dinikmati ya, jadi penumpang subway mruput pagi dan malam. Tapi kali ini Alhamdulillah ga sesusah suami dulu. Perjalanan pergi-pulang saya cuma sekitar 3 jam-an dalam sehari.

Serius ya, sejak awal tahu kami harus pindah dan giliran saya yg ngelaju, saya udah selalu minta "ditenangkan" sama Allah. Jadi pas waktunya menjalani, ya bismillah mari kita jalani saja. Saya cuma mikirin banyak hal yang akan berubah. Bukan cuma buat saya, tapi buat suami juga. Saya yang biasanya selalu nanyain, "..Mas, pulang jam berapa?" kemudian akan berubah drastis. Saya yang dulu sering sampai rumah lebih dulu timbang Pak Phisca Aditya, kemudian akan berubah drastis. And it come true! Ritme hidup kami berubah, completely changed. Saya berangkat lebih pagi dari suami, sampai rumah lebih malam dari suami. Kasian ya suami saya kkk.


Pergi mruput, pulang larut. Tapi ku selalu love you, Mas (opoh!). Pardon, cermin di lab tidak kinclong kkk.

Dulu sebelum kami pindah ke Osan, kalo suami saya pamit berangkat ngantor gitu terus saya merasa "oh mas udah memberikan ijin sekalian kan ya buat aku berangkat ke lab". Tapi karena sekarang saya berangkat lebih awal, saya kok jadi merasa harrrus memastikan Mas oke dan memberi ijin saya pergi keluar rumah untuk tholabul 'ilmi. Of course, karena bukan lagi saya yang "drama" ditinggal pasangannya berangkat mruput hehe. Gapapa ya Mas, ditinggal istrinya pagi-pagi, terus baru ketemu lagi malem-malem kebagian capeknya aja. Semangattt ya Pak Phisca Aditya! Bismillah.

Sudah satu tahun saya ketambahan status, sekarang jadi ga single lagi gini, tapi sampe sekarang masih suka tiba-tiba kayak ketarik ke lorong waktu gitu. Dulu sebelum nikah, tepatnya sejak saya merantau untuk studi, lebih spesifiknya sejak saya pindah dari Chuncheon..

I was so alone (bukan lonely ya plisss!), sebelum tidur sama bangun tidur ga ada yang diuwel-uwel. 
I was so alone..masak buat satu porsi, nyuci dan setrika baju seorang aja, beres-beresin barang saya sendiri.
I was so alone..kalo telfon rumah atau sodara, habis itu menikmati mewek-meweknya sendiri hiks.
I was so alone..kemana-mana tinggal cabut ga pake mikirin ada yang ditinggal dan ga ceriwis nanya kapan pulang kalo lagi di kamar sendirian (ga ada yg ditanyain..sedih ya haha).
I was so alone..mau tidur jam berapa, bangun jam berapa, siap-siap berangkat jam berapa, pulang dari lab jam berapa..semua terserah saya.

Dan literally, I was so alone. Ga ada siapapun paling dekat secara lahir dan batin yang nemenin saya, berantem sama saya, nasehatin saya, puk-pukin kalo saya lagi drama. Saya melakukan semuanya sendiri..sendirian. Apalagi setelah pindah dari Chuncheon, praktis saya ga ada temen satu negara ataupun roommate di dorm. Bisa "ngelayap" selain ke lab kalo weekend aja, kecuali ada kerjaan di lab. Bisa kumpul dan ketemu sama temen-temen Indonesia kalo pas sempat aja. Itupun, we have our own business on daily basis kan ya.


Sekarang saat sholat, saya berdiri satu langkah dibelakang imam. Imam hidup saya sampai surga. Aamiin ya Rabbal 'alamiin
P.S: itu cincin kami, yang motoin Pak Phisca sendiri.

Tapi Allah SWT itu sungguh sayaaangnya sama saya ga main-main. Allah menakdirkan saya hijrah dari Chuncheon dengan berbagai konsekuensi, eh ternyata Allah sudah siapkan takdir terbaik untuk itu. Ga sampe satu semester kemudian saya disandingkan dengan partner hidup dunia&akhirat saya. Alhamdulillahi rabbil 'alamiin. Mau protes apalagi coba? Gimana bisa ngeluh coba? Nikmat mana lagi yang bisa saya dustakan?

Lorong waktu yang panjang..ada terjalnya dan ada mulusnya, ada belok-beloknya dan ada lurusnya, ada mendungnya dan ada cerahnya, dan masih terus berjalan ke depan. Saya pribadi selalu berharap "pintu" di lorong waktu saya ini ada dua arah, jadi biar saya bisa flash back juga. Karena demi Allah, wallahi, tidak ada yang ingin saya lewatkan atau lupakan tentang takdir-takdir Allah di masa lalu. Terlebih saya memiliki banyak lagi supporter untuk kehidupan sekarang dan di masa depan. Untuk hidup kami...

Karena kalau udah nikah itu yang hidupnya berubah ga cuma kita lho ya. Adek saya, hidupnya juga berubah. Tetiba punya mas ipar, saingan ganteng di keluarga Kuncen selain Bapak (adek saya anak laki satu-satunya). Ibu saya juga, hidupnya berubah. Nanti kita kumpul kembali di akhirat (amiin ya Rabbal 'alamiin), eh mantu ganteng pertamanya ternyata dari anak nomer 3. Bahkan bulik-iparnya-saudara-sepupu saya aja hidupnya berubah kan hihihi. Dengan atau tanpa terjadinya salah satu takdir ((pernikahan)) dalam hidup kami ini, memang hidup semestinya selalu dinamis berproses terus sesuai skenario Tuhan, bukan? Yes, hidup saya berubah. Melalui lorong yg panjang dan jauuuh, kemudian akhirnya sampai di zona waktu sekarang ini. Alhamdulillahi rabbil 'alamiin :)

Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi perjalanan kita..di lorong waktu masing-masing. Baik yang sudah terlewat, sedang terjadi, serta yang akan terlampaui. Mohon Allah, titip Allah..


*Wedding anniversary gift, note for my self and my future-self*

Jumat, 23 Juni 2017

Saya, Mahasiswa yg (sok) Belajar Kerja

Bismillahrrahmanirrahim.
Ini maksudnya dalam rangka mampir blog yg udah lamaaa dikacangin eh ternyata nemu beberapa draf tulisan.

Terkhusus yg ini, semacam melemparkan saya ke masa itu. Dan semoga jadi pengingat yg baik untuk saya pribadi. Aamiin ya Rabbal 'alamiiin.

.
.
.
.
.

Sore..
di sini sore..saya masuk kerja siang jadi menikmati sore menghadap jalan dan kendaraan bersliweran :)
Ceritanya, kan saya sekarang ini makaryo, kerja part time jadi front office di salah satu perusahaan digital printing nasional khusus merchendise.
FYI, kerjaan saya adalah duduk manis dengan tampang terrrramah, menjawab semua pertanyaan konsumen atau pengunjung *kalo kagak bisa jawab ya oper ke desainer atau manajer*, nulis apa yg jadi request-nya konsumen buat barang pesenannya, (kadang) dengerin curhatannya konsumen juga, tulis pesanan konsumen di job order (secarik kertas kecil buat pedoman desainer ngerjain pesenan), simpen order di komputer juga, bikinin nota, nglayanin pembayaran, melayani konsumen yg ambil pesenan, basa-basi sama konsumen yg nunggu *biar ga bete*...dan sebagainya dan selanjutnya.
ALLAHU AKBAR! kerjaan saya banyaaak. Di situlah saya belajar tentang multitasking, toleransi, dan professional..yg menyeluruh.
Gajinya? Sepadan?
Jawabannya: relatif.
Jujur saya sendiri ga punya parameter harusnya berapa gaji yg dibilang sepadan sama jam kerjanya itu. Secara, ini pengalaman pertama saya juga. Pun saya ga bisa ukur cuma dari segi materi aja, kan?

Saya semacam sengaja menutup celah antara saya dan perusahaan itu. Dan urusan saya cuma sama diri saya sendiri. Ada perbaikan ga setelah jadi part timer-er? Dapet apa selain gaji berupa materi? Beneran bermanfaat buat ummat ga selama kerja itu?
Pertanyaan terhadap diri saya, terkait evaluasi terhadap tujuan saya, ya itu yg agaknya menyita perhatian saya. Jadi semacam 'yaudahlah' sama urusan gaji.
Naif?
Iya mungkin. Tapi...
Kembali lagi ya, saya itu belum bisa banget jadi orang perhitungan sama masalah finansial. Prinsip saya: rezeki milik Allah. Tugas saya adalah mengelola dengan sebaik-baiknya.

Senin, 25 April 2016

Winter, Spring, Summer, and Autumn

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh..

Postingan pertama setelah sekian lamaaa, dan postingnya ga di Tanah Air lho~ *njuk ngopo?* hehehe
Sedikit curhatan, rangkuman setahun lalu, dan pengingat diri juga. Sekarang sudah 2,5 bulan tidak tinggal di kota penuh pembelajaran itu. Terima kasih untuk semua kisah, tawa, dan tetesan air mata *halah*
Percayalah sesungguhnya pengen nulis lebih banyaaak *pengen curhat lebih banyak lebih tepatnya. ealah*, tapi ini pun nulis karena pengen ikut writing competition terus dibatasi 5 halaman gitu. Jadilah dibuat singkat, padat, dan meski ga jelas hehehe

=====================================================================

Winter pertama: Tuhan, mohon hangatkan imanku.
Sudah beberapa waktu yang lalu aku tiba di sini, tempat baru yang memintaku untuk banyak beradaptasi. Sekarang sudah tidak lagi mengawali hari dengan titik-titik air yang entah bagaimana bisa keluar dari sudut-sudut mata. Di sini hari tidak diawali dengan sahutan kumandang adzan, layar televisi tidak terkoneksi dengan siaran tausiyah pagi, tidak terdengar ayam berkokok, dan dingin sekali. Mungkinkah itu yang mengundang air mata? Entah.
Lepas habis rakaat shubuh aku bergegas masuk kembali ke dalam selimut, lengkap dengan mukena yang sengaja belum dilepas untuk melanjutkan dzikir serta tilawah tanpa bersuara. Sengaja lampu kamar tidak pernah aku nyalakan saat ibadah shubuh, demi tidak mengganggu teman sekamarku. Sampai nanti sinar matahari mengintip malu-malu dari jendela, maka pagi di sini baru dimulai untuk hampir semua penduduknya. “Selamat pagi!”, demikian aku dan teman sekamar akan saling menyapa.
“Hari ini kamu pakai jilbab warna apa?”, hampir setiap pagi teman sekamarku antusias untuk tahu warna dan tipe jilbab macam apa yang akan aku kenakan. Dengan binar mata yang selalu sama, gadis cantik yang berbagi ruang denganku itu akan selalu memuji hijab yang aku gunakan menutup aurat. Tapi sayangya pakaian yang aku bawa dari Tanah Air tidak pernah cukup hangat untuk menemani musim dingin pertamaku di sini. Bagaimanapun “tubuh tropis” ini tidak pernah merasa hangat, kecuali saat berrjarak kurang dari sejengkal dengan penghangat ruangan.
Orang bilang, akan selalu ada “pertama” dalam hidup ini. Pertama kali kamu menangis bersama nafas pertama sesaat setelah kamu lahir, kemudian pertama-pertama selanjutnya yang bahkan kamu tidak ingat rasa dan sensasinya. Di sini, pertama kali aku melihat dan menyentuh salju. Bagaimana rasanya? Es serut, persis sama hanya jumlahnya yang begitu banyak. Aku tidak tahu bagaimana menerangkan fenomena terjadinya salju, yang aku tahu bahwa ciptaan-Nya begitu luar biasa. Kita bisa bersuci dengan salju, karena hakikatnya benda putih tersebut suci dan mensucikan. Mungkin nanti di musim-musim dingin selanjutnya, ketika tubuhku tidak lagi ringkih terhadap dingin, aku ingin mencoba berwudhu dengan salju.
Hari itu turun salju lebat sejak petang, sampai aku meninggalkan kampus salju masih turun dan bumi tertutup putih sempurna. Aku berusaha hati-hati melangkah melewati salju yang tebal, tapi takdir malam itu berkata: aku harus terpeleset. Salju yang menumpuk akan membeku menjadi es dan membuat jalan licin. “Bagaimana kalau lepas saja rokmu? Ganti dengan pakaian yang lebih nyaman. Di musim dingin dan banyak salju style pakaian kamu tidak cocok.”, Profesor menasehatiku.
Tapi, aku merasa nyaman dengan pakaian ini. Aku berusaha menjelaskan, “Mungkin aku terpeleset karena kurang hati-hati. Nanti akan kubeli sepatu yang cocok dipakai di musim dingin dan jalan licin.”. Berusaha lebih hati-hati untukku adalah jalan keluar yang baik agar tidak jatuh lagi. Bukan dengan berpakaian lebih pendek, lebih ketat, apalagi melanggar aturan agama yang kuyakini.

Spring pertama: Semusim cinta penuh rasa syukur.
Musim dingin memaksa semua makhluk di bumi harus sanggup bertahan hidup. Para binatang hibernasi dengan caranya masing-masing, manusia berpakaian lebih hangat, serta pepohonan yang menyisakan ranting-ranting polos tanpa daun hijau. Kemudian saat daun-daun kecil mulai berani menampakkan diri dan kucup-kuncup bunga tumbuh, tahulah kita bahwa musim semi akan segera datang. Ini musim semi pertama. Tidak hanya aku yang menikmati, tapi penduduk sekitar juga berbahagia bisa bertemu dengan musim semi. Bukan. Lebih tepatnya aku merasakan alam raya berbahagia melepas dingin dan menyambut udara yang menghangat. Hadiah indah untuk semua yang bersabar melewati dingin, selamat datang bunga-bunga.
Kalau kamu mungkin pernah menemukan sesosok wanita berjalan lambat, hampir berhenti di setiap titik berbunga, serta tidak berhenti merekah senyum dan berucap syukur..mungkin itu aku. Pada dasarnya aku berjalan lebih lambat dari orang-orang di sini. Kemudian musim semi ini membuat irama berjalanku menjadi semakin lambat. Perjalanan ke kampus setiap pagi selalu membuatku ingin berlama-lama, kadang sengaja berputar supaya lebih lama sampai tujuan. Demi bisa melihat warna-warni sekitar lebih lama dan menghirup udara musim semi lebih banyak. Perjalanan pulang di malam hari pun tidak kalah membahagiakan. Dalam cahaya temaram, bunga-bunga di sekitar mengundang decak syukur yang tak berkesudahan. Dengan kamera handphone seadanya, sering aku berhenti di depan pohon berbunga untuk mengambil gambar ciptaan indah-Nya. Sesekali aku mengirimkan foto kepada saudara dan teman-teman di Tanah Air.
 “Ada festival bunga di sini tanggal ini, ada festival bunga di sana tanggal itu. Kamu mau datang?”, teman-teman seperantauan menawari untuk menikmati musim semi di festival bunga. Tapi tidak sekarang, aku tidak bisa meninggalkan kewajiban. Lebih dari cukup hadiah berbagai bunga yang banyak sekali silih berganti, yang tidak habis dinikmati saat aku berangkat ke kampus dan pulang di malam hari.
Dunia bilang wanita adalah sosok yang dekat dengan bunga. Kemudian mawar merah dikata sebagai lambang romantisme. Kuberi tahu sebuah rahasia konyol di masa lalu, bahwa aku adalah wanita biasa yang pernah berkhayal tentang seikat mawar merah datang bersama Pangeran. Tapi di musim semi ini khayalan itu dibubarkan dengan sebuah hadiah istimewa. Aku merasa layaknya Tuan Putri. Selama hampir dua pekan mendapat pohon-pohon penuh bunga mawar merah mekar sempurna, yang menyambut pagi dan mengantar pulang setiap malam. Bukan lagi hanya seikat. Sungguh, Tuhan Maha Romantis.
Sayangnya letak geografis yang dikelilingi banyak danau membuat daerah ini lebih dingin dan musim semi lebih pendek terasa. Setelah dipertemukan dengan sakura pertama di awal musim semi, bunga-bunga beraneka warna kemudian menghiasi pandanganku. Tapi aku tidak ingat nama bunga-bunga tersebut. Yang kuingat, musim semi adalah sangat indah. Maha indah. Sekali lagi aku ditegur untuk lebih banyak bersyukur, bahwa ciptaan dan kasih sayang Tuhan terbentang pada bumi dan isinya. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang engkah dustakan?

Summer pertama: Ketika tegar menjadi sebuah kesejukan.
            “Kamu akan tetap mengenakan jilbab dan baju panjang? Meski di musim panas?!”, pertanyaan serupa sering diajukan kepadaku bahkan jauh-jauh hari sebelum musim panas datang. Merekah senyum, anggukan lembut, dan menjelaskan bahwa di Tanah Air aku terbiasa menutup aurat meski dalam cuaca panas. Demikian aku sealu berusaha menjawab walaupun mereka tidak bisa paham atas pilihan hidupku. Sampai terik matahari datang mengingatkan bahwa musim panas akan segera dimulai, maka aku menjawab tanya mereka tanpa kata-kata.
            Untuk “tubuh tropis” yang dibesarkan bersama terik matahari dan keringat, musim panas pertama ini cukup menjadi obat rindu pada cuaca di Tanah Air. Akhirnya di sini aku bisa keluar dengan sandal dan tanpa jaket. Kadang suhu udara di luar memang terlalu panas, tapi aku hampir selalu berada di dalam gedung dan ruangan yang dilengkapi pendingin. Kelembaban udara yang meningkat menjadi sumber keluhan membuat teman-teman di sini bertanya tentang hijabku. Tapi aku baik-baik saja, malah pernah lebih berkeringat dan mandi tiga kali sehari di Tanah Air sana.
            Selain urusan menutup aurat, ada lagi yang membuat teman-teman sekitar tidak habis bertanya. Adalah tentang puasa di bulan Ramadhan. Beruntunglah  aku bisa beribadah di bulan suci ini, meski jauh dari kampung halaman dan dengan rasa yang tidak pernah sama. Tidak perlu menyebutkan betapa pedih dan payahnya Ramadhan ini, menyadari kesempatan berjumpa bulan suci tahun ini harus lebih dari cukup untuk menegarkan. Musim panas pertama ini mengajariku cara bersyukur dan memaknai sabar bisa beribadah puasa dalam waktu yang lebih lama. Serta belajar menegarkan dan mengendalikan rindu di dalam diri yang kian liar mendekati akhir Ramadhan.
            Puasa di bulan Ramadhan kali ini sekitar 18 jam, karena di musim panas matahari terbit lebih awal dan tenggelam lebih akhir. “Ini bukan puasa pertamaku. Kalau memang nanti keadaan tidak mendukung, aku tidak harus berpuasa. I will be fine.”, aku menjawab pertanyaan teman-teman sembari meyakinkan diri sendiri. Bagaimana rasanya puasa bersama es krim dan patbingsu bertebaran sepanjang hari? Nikmat sekali. Tapi sesungguhnya godaan kaum Adam berpuasa di musim panas jauh lebih menegangkan. Bagaimana rasanya berpuasa di tengah para wanita yang selayaknya tidak berpakaian? Mungkin nanti bisa dijawab oleh mereka.

Autumn pertama: Mari belajar mempersiapkan diri.
Lagi-lagi karena letaknya yang dikelilingi banyak danau, musim panas di sini terasa lebih terik dan lebih lama. Setelah terbiasa keluar menggunakan sandal, hembusan angin musim gugur akhirnya memberi peringatan untuk tidak lupa membawa  jaket ketika bepergian. Bagiku musim gugur pertama ini adalah musim semi versi spektrum warna yang lebih sempit. Ketika daun-daun di pohon sempurna berubah warna maka sekitar hanya akan menjadi kuning, orange, dan merah. Cantik sekali. Dan sekali lagi alam raya menunjukkan kemegahannya, menyampaikan keagungan Sang Pencipta. Tapi entah mengapa, musim gugur pertama ini berhawa sendu.
Kemudian daun-daun akan mengering, rapuh, dan kalah melawan gravitasi. Jatuh berguguran, patuh pada perintah Penciptanya untuk menyiapkan diri demi menuju musim dingin. Musim dingin berarti suhu udara menjadi sangat dingin dan kelembaban udara sangat rendah. Hanya jenis tumbuhan tertentu yang sanggup bertahan di musim dingin tanpa harus menggugurkan daunnya. “Coba kamu bayangkan kalau pohon-pohon itu tetap berdaun dan lebat, padahal di musim dingin dia akan tertutup salju yang banyak dan berat. Nanti akan banyak pohon tumbang bukan?”, demikian salah satu teman memberi penjelasan singkat.
            Aku ingat, itu adalah pohon-pohon yang sama ketika musim semi lalu berbunga dengan indahnya. Aku ingat, itu adalah pohon-pohon yang sama ketika musim panas lalu terlihat amat tangguh berkawan terik matahari bersama daun-daun hijaunya. Tapi musim gugur ini adalah masanya bagi mereka, untuk mempersiapkan diri menyambut musim dingin. Apakah menyakitkan bagi mereka kehilangan bagian-bagian diri, kehilangan pesona yang disuguhkan kepada orang banyak, atau kehilangan kesempatan untuk mungkin bisa menebar manfaat dengan keadaan yang lengkap? Jawabannya adalah sekarang Tuhan ingin mereka siap, agar pohon-pohon itu tetap indah dan tetap tangguh nanti di musim-musim  selanjutnya.
            Musim gugur ini menyadarkanku agar selalu siap untuk taat pada segala macam kemungkinan dan kebetulan yang akan terjadi. Sesulit apapun nanti, aku hanya harus siap. Karena sesungguhnya Tuhan mempersiapkan agar kita menjadi hamba yang lebih baik.  Bukankah untuk setiap kesulitan akan datang kemudahan? Tidak hanya untuk aku dan kamu, tapi sungguh janji itu akan ditepati untuk seluruh alam raya. Pohon-pohon di musim gugur ini membuktikannya. Setelah kesulitan, akan datang kemudahan.


In memories of Chuncheon, Kangwon-do.

Thank you for the great and complete four-seasons.

Rabu, 14 Mei 2014

21 y.o. Nurina

bismillahirrahmanirrahim..

*this post I write as reminder, appreciation, reflection, some case can be priceless treasure..as 21 years old me for future me.

I fully realize my forgetful personality. So I should re-read what I write and re-write what I read. I should try hard, though.
And..the reason I write this post in English that I can show my futute me that I ever try to learn use foreign language properly (maybe future me will be embarassed about this unproper use of English. Sorry then)
Once again, remind me about try..and learn..and again :)*

Hello, I'm 21 years old Nurina.
Salamu'alaykum..

1. 21 years old Nurina is stubborn, still
stubborn daughter, stubborn 'lil sister, stubborn older sister, stubborn grandchild, stubborn niece, stubborn neighboor, stubborn girl, stubborn friend, stubborn citizen..always stubborn for any reason, situation, and condition. I try hard to describe how stubborn 21 years old Nurina is.
In better way I want to say that 21 years old Nurina is try hard to be istiqomah, keep hardwork, and always fill up her spirit..for any case she works for.
In worst way I can say that 21 years old Nurina is somehow always do everything as she wish and want, that she thought it as right and best way. Sometime it looks like 21 years old Nurina never has that pair of ears.

For example..(this is the recent and most bothersome problem for my sister that she frequently get mad to 21 years old Nurina)
21 years old Nurina who lived with her Grandma for this couple recent years, decide to share and spent her daytime with Father&family, Grandma, and other family around..wisely. So, (almost) every night she will spent the rest of the day in Father's home..till midnight. 21 years old Nurina always think that she never had have enough quality time with father, sister, and only 'lil brother. So she thought about having together-time (with our own activity) as long we stay in the same place. From 21 years old Nurina point, that was at least she can do as being responsible for thausand love, example, and care she receive from them. But from sister point, that stubborn 21 years old Nurina never want and able to understand that wander around in the midnight is bad thing to do (I often back to Grandma's home by walk).
Still, this 21 years old Nurina, up to now, is reaaaally enjoy living surrounded by family-love, who lived near each other in different house. Even she has to move often and spare day-time as wise as she decide to :p

Remember about applying master scholarship?
Yes, 21 years old Nurina faithfully full of confidence (she try harder to have that) complete the document one by one and wait step by step for final announcement. That was hardwork for 21 years old Nurina, but stubborn for some people maybe.

2. 21 years old Nurina is learning, still
I think in this age, 21 years old Nurina she is fully and deeply understand about "long life learning". So she wont give up as easy as flipping hand, wont prodly brag as easy as blinking eyes, wont feel exhausted as easy as getting some water in the rain, wont stop for ridiculous and simple reason. Because 21 years old Nurina decide to always learn from everything, everyone, every fate, every plan, every pain, every chance..everytime and everywhere.

For example, in that applying master scholarship case. Final announcement informed that she can't make it. 21 years old Nurina sad? of course, big yes. But this case perfectly made 21 years old Nurina learn. Learn about patient and grateful. It remind her anytime since she read the final announcement..about patient and grateful *my heart cry when I write this part. For everything I learn, not for can't make it yet*

Remember what you pray about that master scholarship? 21 years old Nurina begged for Allah blessing her decision. "..Whatever the final be, as long as Allah blessed that must be the best fate ever.."
Yes, that was the best fate inshaa Allah. Even sister in Kupang there, encourage 21 years old Nurina since the start.
Well, how can that sadness last long if people smile around (in their heart) that this year Istill stay near them physically. Finally, 21 years old learn something..again.

Oh almost forgot, 21 years old Nurina start to feel stuffy to attend any lectures. She want to focus on.........writing thesis for her bachelor degree, she said. Well, 21 years old Nurina learn about everything but decide to stop attending any lecture in campus (still come for every exam or test). Hello, stubborn Nurina, everybody.

21 years old take every situation as learning time. It works to turn any bad feeling and thought into make a possibility knowing new things. It remind 21 years old Nurina about patient and grateful. Long life learning, dont stop try.

3. 21 years old Nurina is delightful, still
Pretend or try or naturally..21 years old Nurina still want to looked as delight person. Smile, laugh, kindness, spiritful..show those as hard as she could.

Sometime, 21 years old Nurina force herself to smile as bright as she can. This called pretending. Somehow, just dont want to bother people around with "..why?.." or "..are you okay?..". 21 years old Nurina still think that she is the one who should ask that kind of questions to comfort others.

Also 21 years old Nurina possibly sad or cry. Mostly in front of....mirror and...above sajadah. 21 years old Nurina couldn't describe more. But in conclusion, 21 years old Nurina is still always want to make everybody thought nothing about worrying her. Just make dearest people feel uncomfortable with her ups and downs personality, make 21 years old Nurina feel bad enough. All she can do is pretend or try or naturally smile to show delight side of her.

For example, this is..
21 years old Nurina always saw "..are you okay?" question in their face everytime they know that her Mom passed away. Yes, 21 years old Nurina's most-important-and-her-main-oxygen-for-consiousness was passed away. Then what?
Mom, she just parted from us. For 21 years old Nurina, Mom just stay far away for mmm 'lil long time, just parted by distance for mmm 'lil sometime, just can't see Mom for mmm a while. Actually Mom is always Mom. For 21 years old Nurina, Mom is always there in her life. By waiting patiently and live gratefully..will meet Mom again then.
For this case, 21 years old Nurina is delightful naturally when she had to mention about Mom.

But when 21 years old Nurina saw you, or you, yes you with your mother, spent your time..and made 21 years old Nurina holding tears. But she still able to say Hi both to you and your mother with bright smile, chat along with jokes..21 years old Nurina is pretending to look delight.

And when 21 years old Nurina start to call your mother with "Mom" word, stay around her as good and delight girl..she is try to look delight.

21 years old Nurina said that she enjoy that delightful side of her, please remember. 21 years old Nurina's bright side, hope it will be good both for her and people around.

4. 21 years old Nurina is happy stay single, still
21 years old Nurina always wonder why people around start making a fuss about being single. What kind of relationship people need actually?
For 21 years old Nurina, there are just two type of relationship that exist in this world: friend and family. That also based on legal rules in my country, legal rules in this whole world, and basic rules in Islam.
For example, if girl A and boy B declare themself as a lover yet not legally married. Then what would they do as a lover? Living together? Oh please they will facing serious problem towards environment. Okay this is extreme case.

Truthfully 21 years old Nurina just dont get it, not understand the benefit having illegal relationship. Love? so far 21 years old Nurina receive thousand love from thousand sources
Care? same case with love. God, family, best friends, friends, again big family..their love and care are infinite.
Great time together? Hang out with family is priceless enough
Opposite gender love and care? Remember that 21 years old Nurina having father and 'lil brother. They are super great in giving love, care, and their time as opposite gender to us family.

So, for 21 years old Nurina you just have to choose between friend or family. Especially for my ladies, my girlfriends, and ladies out there..you are my family. You can act and do as normal family did to me. For example we can sleep over together, swimming together, exchanging clothes or dress up each other. Boys? correctly, please choose between that option.

21 years old Nurina is single but never lonely. Sometime yes a bit lonely,loss a help..but so far its okay. 21 years old Nurina is stubborn enough and independent and full of responsibility. Always have one magic word, "I can do it! Should can do it!"
21 years old Nurina is able because she is independent girl and everything she does meet her responsibility.

How about man, then?
Some of them appear in 21 years old Nurina's life, but not ready yet to come in her life. They are friends, some of them are best friends, some of them are priceless, some of them are.....special.

Any development 21 years old Nurina?

21 years old Nurina is now busy crocheting. She learn in by herself. See, 21 years old Nurina can learn autodidak, made gorgeous crochets. 21 years old Nurina thought about taking brave action for crochet things. Please remember..

21 years old Nurina is now able to make some 'lil money. Her own money, not from scholarship or other merit. Her own money for taking part-time job. Much more to learn also..not only taking money, but 21 years old Nurina also has big plan to learn as much as she could about working and dependent. Please try harder..

21 years old Nurina is still have long dream-list that grow longer as time pass by. Always make that list longer, stay make new dreams..not to have comfortable nap but that made you dont have enough time to sleep longer in order to actualize that. Please remember and try harder..

21 years old Nurina is...feeling blessed and grateful for every moment in her life. Enough to bring tears, 21 years old Nurina always begged Allah bless her life :')

*this is it...sorry for shamelessly brag about 21 years old. Because maybe this is the last proper chance for me to repeatedly declare that I am Nurina, 21 years old.*

alhamdulillahirabbil'alamin...

Yogyakarta, Indonesia
23.45
14 Mei 2014

Rabu, 30 April 2014

Ujian Sudah Ada 'Timing' nya


Alhamdulillah, hari ini saya kembali dapet "rezeki" di jalan raya. Agaknya tepat 4 bulan yang lalu saya juga dapet "rezeki" yang sama. Ini rekooor! Jarak dapet "rezeki" tercepat..hihi alhamdulillah :') Bingung ya "rezeki" yg saya maksud itu apa? Temen-temen saya yang terhitung dekat sama saya sepertinya paham makna "rezeki" di jalan raya yang saya maksud :p
"Rezeki" itu adalah...kecelakaan. Alhamdulillahirobbil'alamin :))
Tapi "rezeki" kali ini agak istimewa *makanya saya posting di sini. karena istimewa ni..hihi* saya kecelakaan saat dibonceng Adek. Ini kali pertama saya tidak sendiri...pas kecelakaan. Saya ga pernah sih jatuh sendiri atau kecelakaan tunggal, pasti ada lawannya. Tapi biasanya korban dari pihak saya cuma badan dan motor.

Kali ini saya ditemani Adek :p *atau saya yang menemani Adek ya lebih tepatnya*
Keistimewaan selanjutnya adalah "rezeki" kali ini saya handle sendiri. Saya bahkan belum bilang sama orang rumah tentang kejadian tadi. Secara batiniyah, saya dan Adek sama-sama sepakat tutup mulut (dulu), menjaga ketenangan demi kemaslahatan bersama *opotoh Rin*
Meski, kami *mbak, Bapak, saya, Adek* juga telponan sama mbak yang ada di Kupang sana. We haven't mention any clue..yet

Tapi sebagai bentuk refleksi diri, yang saya selalu diomeli temen-temen *pastinya karena mereka perhatian dan sayang sama saya. eh cieee* setelah tau saya jatuh..jadi ini semacam saya pengakuan gitu..hehe. Saya ceritain komplit kronologinya, ketimbang saya lelah dengan pertanyaan, "..terus???", "..terus kamu gimana???", "..terus kamu gapapa?", "..terus motornya gimana???", "...seriusan Rin? kamu ga becanda???"

What?
Iya, saya, Nurina Umy Habibah kecelakaan.

Terus respon yang saya dapet pasti gini, "LAGI?!!!?!"

Well, kali ini kalo ada pertanyaan kayak gitu saya nganggukngangguk pake senyum aja deh *kalem* Kalo sebelum-sebelumnya kan saya pasti jawabnya sambil protes, "Ealah kayak sering banget sih aku jatoh..yg kemaren kan udah lama banget." *ngeyel*
Seperti yang udah saya bilang, soalnya baru 4 bulan yang lalu saya juga menempuh "rezeki" yang sama, barang bukti pun masih tersisa di dengkul kanan. Sekali lagi, iya Nurina jatuh (lagi). But I'm totally okay, as I can make this post in the same day :)

Ga usah protes lah ya, mungkin jarak waktu 4 bulan itu timing yang sempurna untuk saya..

When and Where? I mean, exactly..
Tadi ba'da maghrib di depan Neu*ron Jl. HOS Cokroaminoto, depan Pon*ok Cab* Jl. HOS Cokroaminoto. Tepatnya setelah saya selesai nge-shift part-time saya. Tepatnya pas di marka pembatas pembeda jalur arah selatan-utara itu lho..

FYI, itu deket buanget sama lokasi tujuan saya dan Adek...rumah Bapak. Istilahnya tinggal ditiup dikit juga kami sampe rumah.

Why? and then, How?
*angkat kedua bahu kanan kiri*
Sungguh saya ga tau. Saya lagi liar-liarnya nge-date sama imajinasi *bilang aja ga mau dibilang melamun. huft* tepatnya saya sepanjang jalan itu emang lagi mikir, "Kenapa saya kalo dibonceng (siapapun) gayanya selalu freestyle? Kalo nanti saya keterusan (karena udah kebiasaan) pas dibonceng suami juga pake gaya freestyle gimana??" (freestyle itu gaya dibonceng yang ga pegangan, besi belakang motor ataupun bagian tubuh yang membonceng. santai aja, ga pake pegangan, yang penting duduk seimbang)

Terus saya lagi ngetawain diri sendiri kenapa mikirnya jauh buingits begitu..eh kemudian..Adek saya memekik "Eeeh!", rem mendadak (atau karena 'ketemu' benda keras di depan?). Suara-dua-benda-keras-yang terbentur-keras. Saya reflek..merem, istighfar, nyebut "Ya Allah!" (SOP saya setiap kejadian kecelakaan). Badan kebentur-bentur *mbuh kena apa aja*. Wajah dan tubuh kanan saya kepentok punggung Adek. Ngglangsar. Lompat dari imajinasi kembali ke kesadaran, kami kecelakaan, cuma seperjuta detik. Saya ga pernah nyangka tapi, begitulah. Langsung melaksanakan SOP, langsung sadar kalo kecelakaan. Jatuh

Satu dua detik kemudian Adek saya bangkit, langsung nengok ke belakang, pegang tubuh saya, bantu saya berdiri, panickly langsung "Mbak Rina gapapa?? Mbak rina gapapa?? MBAK RINA GAPAPA??" (trans: Java-Bahasa)
Pertanyaannya diulang-ulang, karena saya ga langsung respon (masih merem, sob) dan saya cuma ngangguk aja kali ya.
Adek langsung minggirin motor ke tempat aman.

Saya? langsung melanjutkan SOP saya.
as always, told my self that I should be okay. Berdiri, tanpa peduli badan saya gimana. Cari spot dimana lawan tabrakan kami. Tanya, "Apanya yg sakit? Gapapa? Bisa berdiri?". Nolongin lawan saya, ke pinggir. Saya liat sekitar saya banyak motor dan mobil berhenti, orang-orang nolongin kami...tapi saya ga peduli. Fokusnya ke 'lawan' jatuh saya dan, Adek saya.
Masih aja Adek itu berulang-ulang tanya, "Mbak Rina gapapa??" Yes boy, Im (pretending) to be okay, I (should show or pretend?) that Im fully okay.

Sesuai SOP, saya ga boleh identifikasi bagian tubuh saya yg sakit, bantu orang dulu. Adek..he said okay. Lawan kami boncengan juga, mas-mas sama adek anak SMP. Singkat cerita, semua cuma luka ringan. Barely blood shown. Cuma masnya aja yang agak berdarah, saya urus lukanya. Adek anak SMP bilang gapapa. Ujung bibir saya sebelah kanan kerasa asin..entahlah. Ternyata cuma sobek dikit. Alhamdulillah :)
Dipinjemin P3K sama bapak (ga tau) pegawai Bank Mand*ri Syari*h atau Prim*gama, dikasih minum aq*a gelas juga. Makasih banyak Bapak, Allah yang balas ya Insya Allah

Sempat saya pandangi motor yang saya pake. Kasihannya nasib dia. Tur kowe kudu kuat, yo ra :')
Udah berapa kali ya saya ajak dia buat menjalani "rezeki" macam ini. Kondisinya...lumayan miris. Tur kowe kudu ra popo, yo ra :')

Ceritanya...berdasarkan sumber-sumber di sekitar dan hasil analisis (perkiraan) saya.
Adek saya nyebrang dari arah pertigaan Teladan itu lho, mau alih ke jalur barat. Dengan kecepatan..standar kecepatan Adek. Seriusan saya ga ngebelain, tapi itu emang standar buat Adek *dilemparin kapas sama orang se-Kuncen. empuk kan :p*
Masnya yg ngebonceng adek anak SMP (kayaknya) habis jemput itu adek les, dari parkiran Neu*ron mau nyebrang ke jalur timur.

#Versi Masnya
Masnya udah hidupin lampu sen, dibantuin pak parkir yg melambai-lambaikan lampu merah, mau nyebrang. Tiba-tiba ditabrak dari arah depan

#Versi Adek
mau nyebrang, udah hidupin sen juga pasti. Tiba-tiba di depannya ada motor, kaget lah, udah ga bisa menghindar.

#Versi Pak Parkir
lagi mau nyebrangin masnya eh Adek saya muncul tiba-tiba ngebut. Jawab saya dalam hati, "..itu standar pak, biasa aja."

#Versi Saya
Masnya dan Adek saya sama-sama mau nyebrang tapi karena rame, malam, bapak parkir ada di tengah, sama-sama ga liat kondisi depan (Adek mengandalkan spion, liat belakang. Masnya mengandalkan pak Parkir). Alangan. Ga ada yg menyangka dan mengira. Pembelaan masing-masing ga boleh diterima. Ikhlas aja, namanya juga alangan. Tenangin hati dan pikiran buat langkah selanjutnya aja. Yuk

Motor masing-masing alhamdulilah bisa dipake. Meskipun.....ga usah dijelasin lah ya :"
Pulang sendiri-sendiri, saya dibonceng Adek ding :p
Masnya manggil kakaknya.
Kelanjutannya masih belum tau. Tunggu besok kita benerin motor bareng (kebetulan motornya sama-sama H*nda). Pokoknya damai saja, kan? :)

Sampe rumah saya bantu Adek urus lukanya. Ga banyak, alhamdulillah. Bapak ga menaruh curiga juga. Setelahnya....baru physical assessment diri sendiri. Hasilnya..saya...ga...apa apa...kok *mringis getir*

Bismillah..doakan kami, saya, Adek, motor juga ya :")
Ga boleh protes, mungkin timing ujian bersamaan dengan sikap saya dan Adek ini adalah bagian dari proses belajar kami. Mungkin timing ujian bersamaan dengan berbagai kondisi dan situasi ini, adalah pengingat untuk lebih mawas dan syukur tak berkesudahan.
Timing ujian ini, bukan masalah momennya, tapi hikmahnya. Sekali lagi, ga boleh protes. Skenario takdir, termasuk waktunya, itu pasti yg terbaik dan yang sempurna. Belajar lagi Rin, belajar..belajar, belajar. Bersyukur banyak-banyak Rin, bersyukur..syukur, syukur.
Belajar bersikap, bersyukur meski ruangnya sempit.
Bismillah, Alhamdulillah :)



nb: ga bilang ke orang rumah kok dipost di blog? gapapa, setau saya orang rumah ga ada yang punya blog kok. daripada saya kemrungsung ga bisa cerita sama siapa-siapa........... :)

Senin, 10 Maret 2014

Saturday Stories, and Night

March 8th, 2014




Suddenly
I've been thinking about my dearest friend this morning..one of my tems actually. I just remember, as I always do, that she likes taro taste..and I really wanna grab one for her today. And it just..happened that I want to, I mean really want to. I miss her like crazy, indeed. But its good that I never make it or i'll turn her down twice..that I say I really wanna see her and actually wanna grab her favorite taro-taste milk tea. Then it turn me down super double. finally, I end up with a cup of taro milk tea and my favorite popping-boba as the topping (that sink in the bottom) to finish this day. All by my self..and Toto *re: my laptop*

Let the story begin..
Bangun pagi agendanya adalah kerja! mari kita cari (pengalaman bagaimana rasanya mencari) sesuap nasi *kedip di depan cermin* nanti lah ya saya ceritain tentang "kerja" itu. Yang jelas sebenernya itu istilah keren aja sih..actually, Im a part-timer now. Saya dapet masuk pagi, jadi agenda terindah yang harus dilakukan adalah segera siap-siap buat ke "kantor"..makaryo *pinjem istilah partner kerja saya :p*

Nah, ke-random-an saya mulai di sini.
Padahal saya lewat jalur yg ga nglewatin warung yg jual milk tea, tapi ga tau kenapa tiba-tiba aja pas smp di kantor, jadi kepikiran temen saya..dan pengeeeen banget minum taro milk tea sama dia. Yaudah deh membulatkan niat "beli milk tea dua biji-datengin ke rumah temen saya-eh apa ajak ketemuan di luar aja ya-eh tapi dimana-eh tapi kalo hari ini dia ada agenda gimana-yaudah lah nanti sms dia dulu-wah tapi jadi ga surprise dong-tapi daripada pengen nyurprise-in nantinya saya yg nggonduk karena dia ada agenda-eh-tapi-mmm-gimana ya-eh-tapi-mmm.....". Saya labil dan galau, yes. Kalau udah sampai di tahap yg kayak begini ini pasti ujung-ujungnya kalo ga saya makin random, ya jadi ga kejadian..sampai di angan-angan belaka. huft.
Jawabannya yg kedua... :(
Bukan karena angan-angan saja, tapi karena saya lupa kalau siangnya saya ada agenda T.T *nangis guling-guling di kasur..biar empuk :p*
Well, jadilah milk tea angan-angan itu tertimbun oleh kesedihan saya-kok-bodo-banget-ya-ga-mikir-kalo-hari-ini-ada-agenda. Saya sukses besar mem-PHP diri sara sendiri.

Lillahita'ala lah..mungkin emang takdir. Atau saya yg kelewat ga teliti? yasudahlah...

Saya lanjutkan agendanya, ada semacam secret meeting. Adadeh pokoknyaaa..
Tapi saya ga bisa fokus. Kenapa? karena saya sibuk dengan blog stalking. Duh.
Jadilah sepanjang rapat itu *yg saya telat dateng karena harus kerja dulu* mata saya ga lepas dari layar handphone. Ya meski telinga saya tetep bisa mengikuti pembicaraan..seriusan deh. Emang sayanya juga udah semacam males sama yg dibahas di rapat itu..yaudah sesekali saya cuma menimpali dan nyampeinnya ke temen sebelah atau belakang. Maksudnya biar mereka yg menyampaikan..kalo mau juga sih. Toh sepanjag rapat, temen-temen saya (yang itu-itu aja) juga udah sangat aktif sekali. *Tuh Rin, temen-temennya pada semangat, peduli sama masa depan ummat. Kamu?* Apatis.
Lagi..saya menemukan betapa buruknya diri saya dengan nulis ini.
Oh ya, pas lagi rapat saya juga nyempatin ngajak ngobrol serius sama sebelah saya. Temen saya, sahabat saya, saudara saya..beneran temen pertama saya di kampus FK UGM *selain temen lungsuran jaman SMA*. Temen saya itu termasuk introvert..untuk urusan yg sangat pribadi dia ga akan blak-blakan. Kalo saya kan kadang suka curcol gitu pas lagi ngobrol sama temen-temen atau lewat tweet atau status facebook atau postingan di blog..tapi suka ga ngaku kalo dituduh curcol soalnya emang sebenernya ga mau blak-blakan. Ah kamu Rin! *krukupan sarung*
Tapi karena suasana yg ga mendukung (yaiyalah kan itu rapat, Nurinaaa!) jadilah masih agak ngambang gitu obrolan kami. Tapi saya tau temen saya udah siap membuka pertahanan badai di hatinya, dan saya juga udah menyiapkan 'wadah' buat dia. Meski kami sama-sama tau saya ga bakal bisa ngasih solusi ke dia..


Selesai rapat *harus. karena udah adzan maghrib*, saya masih ga sadar kalo malem ini adalah MALEM MINGGU. Yang saya inget sepanjang pekan itu bahwa malam minggu lalu saya habiskan dengan dinner di rumah bersama Bapak, sedangkan mbak Ani dan adek belanja bulanan. Saya masih ga sadar kalo ini sudah sampai ke malam minggu berikutnya..betapa cepat waktu berlalu.
Pokoknya saya masih ga sadar. Bahkan setelah temen saya megisi 'wadah' yg saya siapkan *tapi sempat direcoki sama duo koplak temen saya sebut saja Rhama dan Indra* saya belum juga sadar. Bahkan setelah Rhama sama Indra selesai sholat dan kembali merecoki our-time saya dan temen saya, saya belum juga sadar. Nah terus sadarnya kapan eeeh? .__.
Sadarnya pas Indra sama Rhama ngajakin makan. OH YEAH, INI MALAM MINGGU DAN SAYA HABISKAN SAMA TEMEN-TEMEN? YA RABB, UDAH BERAPA ABAD SAYA GA MELAKUKANNYA? *apaan sih Rin, kamu lebaaay!*


                                      

Diantaranya adalah Rina, Rhama, dan Indra. Tamansari Water Castle, Yogyakarta, Indonesia


Diantaranya adalah Rina dan Aliya. Campus Medical Faculty, Gadajah mada University, Indonesia


Detik itupun saya sadar, bahwa saya sebagai manusia cuma bisa berencana atau berangan-angan. Takdir itu milik Allah. Saya sedih banget..kan saya udah bilang sampe rasanya pengen guling-guling (di kasur..yg empuk) karena ga bisa ketemu salah satu tems padahal saya pengen banget. Tapi...sebelum saya menjadi kufur atau mengutuk jatah takdir, Allah menunjukkan bahwa (saya perlu tobat karena lagi-lagi lupa kalo) Allah sayaaang sekali sama saya. Saya dapet takdir, yang (mungkin sih. saya ga tau lho ya) lebih baik dari apa yg saya rencanakan pagi tadi. Yang jelas, tadinya saya pengen kangen-kangenan sama satu temen, eh terus dapetnya kangen-kangenan sama tiga temen. Sekaligus..Rhama, Indra, dan Aliya.

Saya beneran udah lupa kapan terakhir kumpul sama mereka bertiga, kapan terakhir ngobrol ngalor-ngidul sama mereka bertiga, kapan terakhir diceng-cengin sama mereka sampe saya speechless (tapi dalam hati), kapan terakhir...yah, udah lamaaaaa terlampau lamaaaa sampe saya lupa aktivitas terkahir yang kita lakukan bersama itu apa :')
Mereka itu sahabat pertama saya di FK UGM. Maksudnya kalo temen itu personal, kalo sahabat itu rame-rame. kalo temen pertama saya kan, Aliya. Nah Rhama, Indra, Aliya, dan ini itu dia dia dia itu kami sekelompok Ospek dulu pas tahun pertama, Jadilah saya nyaman sama mereka, dan merasakan bahwa mereka adalah sahabat saya. kenapa cuma berempat padahal kan kelompok Ospeknya berbanyak? Karena kami berempat yg konsisten bersama di beberapa organisasi di kampus. Mungkin karena ketemunya sama mereka lagi mereka lagi juga sih ya jadi ya...adanya itu...yg dianggep sahabat itu aja lah. Hahahaha *just kidding*

The best part dari malam ini adalah KAMI MAKAN DIBAYARIN SAMA RHAMA. Alhamdulillah, makasih ya Rham..semoga rezekimu lancar, terus sering-sering aja ngajakin kita makan gratisan :D hihihi. Tapi kata Rhama gantian ding..katanya kalo makan bareng lagi biar dia yg ditraktir gitu, makanya sekarang dia yg nraktir.
Maaf ya, saya duniawi banget ya T.T tapi sungguh itu rezeki yg sangat ga diduga-duga. Rezeki kami, rezeki silaturrahim..dikasihnya lewat Rhama. Toh, rezeki datengnya dari Allah kan..cuma kita ga tau aja bakal sampe ke kita dengan cara apa lewat siapa. Malam ini rezeki saya dan Aliya (yg seharian belum makan karbo berkualitas) sama Indra juga..dikasihnya lewat Rhama. Mungkin nanti kesempatan selanjutnya rezeki Rhama akan datang lewat Rina, atau Aliya, atau Indra. Wallahu alam bisshowab :)

Every beginning needs end...
Akhirnya kami berpisah untuk melanjutkan hari masing-masing *padahal udah jam 8 malem lebih hihihi. Tuh kan kalo udah ngumpul jadi lupa waktu*
Saya pulang searah sama Rhama, biasanya kalo udah malem bakal 'dianter' dia gitu. Tapi tetiba...saya inget lagi masalah milk tea itu *musik deg-degan, cue! biar kayak di drama gitu maksudnya :p*
Tapi saya jadi pengennya beliin buat orang-orang rumah sih. Gaji saya bulan ini belum ada yg sampe ke mereka kebetulan. Tapi yg doyan begituan cuma golongan muda di rumah sih, yaudah lah..
Saya puter balik *untung belum jauh* tapi Rhama ternyata ga 'nganterin' saya. Ada agenda kayaknya. Indra sama Aliya juga udah cuuus balik. Mungkin mereka lelah... *oposih*

Singkat cerita, saya yg kekenyangan makan-yg-ditraktir-itu memutuskan untuk yaudah minumnya nanti pas ngalong sama Toto aja atau besok aja deh. Sampe di rumah (tempat saya tidur) milk tea taro topping popping boba tersebut duduk manis di meja, di sebelahnya Toto. Udah bulet gitu niatnya ga bakal langsung diminum, inget saya kondisi perut.
Tapi...pertahanan saya JEBOL sodara-sodaraaaa! Awalnya, yaudah nyicip dikit lah kasian masa dianggurin padahal udah dibeli. Kemudian secara ga sadar, loh kok berkurangnya banyak padahal kan tadi nyedotnya baru dikit. Dilanjutkan, yaampun kok ga dapet popping-bobo nya sih harusnya dapet *kemudian sedot lagi...lagi...dan lagi*
Akhirnya gelas plastik bermuatan 400 ml tersebut kosong dengan baik tapi ga benar T.T ya Allah, saya ringkih sekali..gampang tergoda..pertahanan istiqomahnya masih lemah cuma demi segelas milk tea aja. Apa kabar godaan iman lahir batin? T.T tuuuu kaaaan. Astghfirullah
Awalnya cuma milk tea. Saya takut "Kemudian.."nya atau "Dilanjutkan.." untuk urusan yg lain juga, terus efek "lagi..lagi..dan lagi.." nya yg berkepanjangan. Saya ini sifatnya biasanya pukul rata. Ga spesifik cuma dalam keadaan atau kondisi tertentu. Kalo bisa sabar sama anak-anak, berarti juga harus bisa sabar buat urusan lain. Astaghfirullah, semoga ringkihnya ga berlaku untuk kondisi dan situasi yg lain :(

Udah gitu yg bikin makin sedihnya pangkat kuadrat adalah..inget kalo itu urusan milk tea rasa taro topping popping boba (yg tenggelam di bawah) adalah rencana pagi tadi. Dan, Allah selalu punya cara untuk 'menampar' mu, Nurina..ingatlah. Ingatlah bahwa kamu masih punya 'utang' silaturrahim ke temen-temen yg lain, ke tems kesayangan, ke adek-adek mu, ke sodara-sodara. Sekali-kali, berhentilah menjadi egois dan lunakkan hati untuk ummat, untuk saudara, untuk keluarga. Alhamdulillah 'ditampar'nya halus, nikmat pula *sambil sedot milk tea*..jangan tunggu 'tamparan' yg pedih lagi sakit ya..

Catatan hati buat Nurina Umy Habibah:
* Besar harapan daripada pelaksanaan, suka berencana tapi minim usaha. Jadilah mem-PHP diri sendiri
* Terbuai dengan kehidupan pensiun-dari-banyak-aktivitas..panggilan hatinya untuk ummat makin melemah. Apatis
* Banyak yg masih diukur dengan materi, nikmat dunia. Apa kabar bekal 'hidup'? Masih duniawi sekali
* Makin sering mem-PHP diri sendiri, makin apatis, makin duniawi..maka makin sulit teguh hati. Terasa sekali istiqomah yg kian goyah..

Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bisa meninggalkankan catatan hati (gegara nulis jadi ketauan dan makin memahami diri sendiri). Semoga..minta sama Allah sungguh-sungguh..masih diberi kemawasan dan waktu yg Allah ridhoi untuk semakin memperbaiki diri..BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM